Sunday, June 27, 2004

Keseleo Kaki Bintang

Hingar bingar Euro 2004 berhenti di seluruh Inggris ketika David Beckham dan kawan-kawan mengepak koper untuk pulang. Segenap gegap gempita itu hanya sampai detik terakhir drama adu pinalti Inggris lawan tuan rumah Portugal di perempat final Kamis lalu. Setelah itu, segenap rutinitas kembali seperti biasa.

Padahal, baru beberapa hari sebelumnya segenap toko busana seperti menggelar bazaar pakaian bertuliskan England dengan gambar bendera putih bersilang merah. Juga dua macam kaos resmi tim nasional Inggris yang tak murah, laris bak kentang goreng, terutama untuk nomor punggung 7 milik sang kapten, David Beckham dan nomor 9 punya si bongsor Rooney. Petak-petak depan koran Inggris seperti iklan bagi busana-busana resmi itu.

Tapi turnamen itu telah berhenti kini. Tak terlihat lagi orang-orang bergegas ke bar atau pulang ke rumah menjelang kick-off pukul 5 atau 7.45 sore menyaksikan bal-balan British berlaga di layar televisi. Berita terakhir yang saya baca hanya menyebutkan, tulang jari kaki Rooney keseleo dan membutuhkan masa istirahat selama sebulan. Kaos putih tim Inggris yang saya beli di Lilywhites belum lagi terpercik peluh karena tim ini keburu terjungkal.

Membaca koran-koran Inggris, terasa benar betapa di negeri ini media begitu mudah memuja seorang bintang, tapi dalam sekejap juga bisa membantingnya ke dasar lumpur. Tak usahlah bercerita tentang Beckham yang dianggap biang kegagalan tim. Sebuah media pernah menyebutnya "wajah paling dikenal di dunia setelah Yesus". Tapi wajahnya kini jadi bahan olok-olok para kartunis dengan aneka ekspresi.

Lalu Rooney, ia sempat mengecap puja-puji. Tiga hari wajah dan ekspresi girangnya menyita sampul depan seluruh koran Inggris ketika tampil gemilang mencetak empat gol ke gawang Swiss dan Latvia di babak awal. Media-media Inggris sepakat menyebutnya "the new Pele", julukan yang mengundang tawa pelatih Portugal asal Brazil, Luis Felipe Scolari. "Pele itu tidak dilahirkan lagi dalam 1000 tahun. Bahkan tidak akan ditemui dalam game komputer sekali pun," kata Scolari sinis.

Benar, setelah kekalahan Inggris, nama Rooney tak kerap lagi disebut. Pemain Everton di kota Liverpool ini hanya dikabarkan harus istirahat sebulan.

Dan turnamen Euro 2004 pun berhenti di Inggris, kendati siaran langsung seluruh partai di kejuaraan besar ini tetap ditayangkan. Saya yang bukan penggila bola mulai menikmatinya. Setiap pukul 7.45, ketika matahari masih sedang terik-teriknya, saya sudah anteng di depan televisi. Saya menikmati saja semuanya, dan lebih banyak menggumamkan dukungan untuk tim-tim underdog, karena saya mungkin hanya bisa histeris jika Indonesia juga berlaga di tingkat dunia. Kenikmatan itu terasa lengkap tatkala Susilo, wartawan BBC London yang meliput babak awal Euro 2004 pulang dari Portugal dengan buah tangan dua kaos: Euro 2004 dan Hard Rock Cafe Lisbon.

Pada final Euro 2004, 4 Juli besok, saya akan berada di Paris. Tentu kaos Euro 2004 itu akan saya kenakan seraya mendukung tim kecil yang berlaga di final.

Wednesday, June 09, 2004

Harry Beck: Peta Tanpa Skala

Tak dapat saya bayangkan bepergian di kota London tanpa peta. Tentu terlewat-di-sana-bablas-di-sini. Tapi jangan bayangkan jarak geografis jika membaca peta transportasi kota ini. Peta ini tanpa skala dengan arah yang tidak sesuai lekuk liku permukaan bumi. Satu yang pasti: peta jalur transportasi telah menjadi salah satu ikon kota London!

Peta asli Harry BeckIa adalah pemandu yang sangat mudah dimengerti dan kini jadi acuan bagi kota-kota padat lalu-lintas seperti Paris, New York, Sydney bahkan Leningrad. Begitu sederhana, sampai terlihat hanya berupa garis aneka warna yang bersilangan di sana-sini. Setiap titik stasiun ditandai dengan lingkaran hitam. Tulisan di atasnya hanya berupa nama stasiun dengan nama jaringan pada catatan kakinya.

Pada mulanya, hanya kereta bawah tanah yang menggunakan peta ini. Adalah Harry Beck, seorang pekerja biasa di jawatan kereta bawah tanah yang gelisah melihat peta yang digunakan dari 1860 sampai 1930-an. Peta yang sesuai lokasi sebenarnya ini, di mata awam begitu rumit.

Padahal, Harry Beck tahu benar: jika sedang berkereta di bawah tanah, siapa gerangan yang sadar akan jarak? Orang hanya peduli pada lokasi stasiun dan persilangannya.

Maka di tahun 1933, di sela-sela waktunya sebagai tukang gambar paruh waktu, ia mendesain peta yang sekilas seperti pasta warna-warni. Setiap jalur ditandai warna tertentu. Jalur Bakerloo berwarna merah (kini jadi coklat), jalur Piccadilly berwarna biru tua, Metropolitan berwarna ungu, dan lain-lain.

Ia menciptakan peta dengan desain yang unik: meniru papan sirkuit elektronik atau dikenal sebagai PCB (Printed Circuit Board) itu, meski Beck sendiri tak pernah menyatakannya. Garis-garisnya bersilangan, tegak, lurus atau miring 45 derajat. Jawatan kereta bawah tanah tertarik dan mencobanya. Dicetaklah sejumlah peta dengan kolom komentar pemakai pada sampulnya.

Tak dinyana, peta ini sukses. Bahkan di kemudian hari, peta jalur kereta bawah tanah ini juga dibuat untuk jalur kereta listrik dan bis kota. Semua buku panduan wisata juga melampirkannya, dan di stasiun-stasiun serta tempat-tempat penjualan tiket, peta Harry Beck kini disediakan dengan cuma-cuma. Juga di semua dinding halte.

Kerap juga ada yang tak puas, bahkan di tahun 1960-an jawatan kereta api Inggris sendiri pernah mencoba menggantinya dengan model peta lain yang "skalanya lebih terpercaya". Tapi ternyata peta Beck tak tergantikan dan akhirnya dijadikan peta resmi transportasi kota ini.

Harry BeckHarry Beck meninggal di tahun 1974, tapi peta sirkuit bawah tanah yang ditinggalkannya tetap abadi. Karyanya itu juga diadopsi untuk jaringan transportasi lain seperti kereta dan bus kota di seluruh negara modern di dunia.

Sebuah laporan menyebutkan, diagram tak berskala itu dicetak 60 juta lembar setiap tahunnya. Tidak untuk jadi pedoman semata-mata, tapi diterakan di atas cenderamata, porselen, kartu pos atau kaus oblong bagi jutaan pengunjung London setiap hari. Bahkan seorang warga London merajah punggungnya dengan tattoo peta berwarna lengkap dengan nama stasiunnya!

Lebih dari itu, peta Harry Beck kini jadi salah satu ikon kota London. Bill Bryson, penulis petualang dalam buku reportasenya yang laris, Notes from a Small Island, menyebut peta transportasi London sebagai temuan peradaban paling menakjubkan.

Sayangnya, untuk pekerjaan membuat peta itu, Harry Beck hanya menerima bayaran 5 guineas (mata uang lama Inggris) atau senilai 5,25 poundsterling! Di luar itu, ia dihargai dengan sebuah plakat tentang pekerjaannya -- plakat yang kini terpasang di sebuah pojok Stasiun Finchley.

Saturday, June 05, 2004

Cleopatra

Di sayap barat British Museum sore itu saya menemukan perempuan ini -- perempuan yang telah berbaring dua milenium lamanya. Hanya lukisan wajah ayu pada dinding keranda di balik kaca yang memandu bayangan saya tentang wajah dan lekuk tubuhnya.

CleopatraPada Cleopatra, wanita yang jazadnya berlilitkan kafan kuno di British Museum ini, kecantikan itu seperti abadi – paling tidak dalam benak para pengunjung. Dialah nama yang kejelitaannya mengarungi zaman.

Tapi benarkah dia cantik?

Mumi Cleopatra di British Museum tiba di London sejak 1823. Ia digali dari sebuah komplek pemakaman kuno di Mesir. Ia adalah putri Candace, keturunan keluarga Soter di masa kekuasaan Romawi di bawah Raja Ramses II pada sekitar abad II Masehi. Jika dirujuk ke leluhurnya, ia masih berdarah Yunani. Muminya ditemukan utuh dalam peti mayat yang berlukiskan wajah dirinya. Sementara jazadnya berlilitkan kain kuno dari katun berwarna khaki. Bersamanya juga ditemukan seuntai kalung bermanik-manik dan sisir. Di dasar peti, ada lukisan dewi berkabung Mesir bersama seekor serigala yang memegang kunci pintu nirwana.

Tulisan kuno di dinding peti menyebut usia Cleopatra saat meninggal: 17 tahun, 1 bulan dan 25 hari, usia mekar perempuan pada zamannya. Tanpa membuka kafan, Princess Grace Hospital London kemudian menyingkap jazadnya lewat sinar-X. Perempuan ini masih memiliki kerangka yang utuh, sendi-sendinya masih saling bertautan dan mulutnya dalam keadaan setengah membuka. Beratnya, bersama lumpur yang membalsem tubuh, menjadi 75 kilogram.

Memandang mumi perempuan ayu ini, serta-merta pameo bijak yang tak lekang oleh zaman melintas di benak saya: bahwa kecantikan hanya sebatas kulit.

Jauh sebelum masa hidupnya, ada Cleopatra lain yang menjadi simbol kecantikan abadi. Dialah Cleopatra VII, putri Firaun yang lahir 69 tahun sebelum Masehi. Cleopatra yang ini berdarah Macedonia, Eropa tenggara. Di usia 17 tahun ia telah menjadi Ratu Mesir. Perempuan ini cerdas, bicara dalam sembilan bahasa, bersuara merdu dan lagaknya amat menggoda.

Tapi benarkah dia cantik?

Apapun faktanya, setelah menikahi saudaranya sendiri sesuai tradisi Mesir kuno, Ptolemy XIII yang masih berusia 12 tahun, Cleopatra kemudian jadi simbol kecantikan dunia sampai sekarang.

Setelah bercerai dengan suami yang mengkhianatinya, ia kemudian sempat menikah dengan dua lelaki legendaris sepanjang sejarah peradaban dunia. Pertama, dengan Kaisar Romawi, Julius Caesar yang menaklukkan Mesir. Saking gembiranya menaklukkan hati Cleopatra, sebuah kisah menyebutkan, mereka berbulan madu dengan berperahu di atas Sungai Nil selama dua bulan! Lalu Cleopatra hamil dan melahirkan Ptolemy XV yang berjuluk Little Caesar. Cleopatra juga sempat berkunjung ke Roma, pusat kekuasaan suaminya dan disambut penuh kebesaran. Ia tinggal di sana selama dua tahun.

Lalu kemudian ia menundukkan hati penguasa Romawi berikutnya yang tak kalah besarnya, Marcus Antonius. Dari pernikahan mereka lahir tiga anak, sepasang anak kembar Cleopatra Selene dan Alexander Helios, dan Ptolemy Philadelphus. Tiga anaknya di tahun 34 SM kemudian jadi penguasa di tiga tempat: Alexander Helios raja di Armenia, Cleopatra Selene jadi ratu Cyrenaica dan Crete, dan Ptolemy Philadelphus jadi raja Syria. Jadilah Cleopatra Queen of Kings.

Tapi benarkah mereka cantik?

Di atas koin kuno Mesir, wajah Cleopatra VII tercetak sebagai perempuan dengan hidung bengkok, kulit gelap dan garis wajah yang cenderung maskulin.

Zaman berganti, pandangan terhadap kecantikan tampaknya berubah pula. Tapi nama Cleopatra telanjur jadi simbol. Entah kalau mereka hidup di zaman kini, mungkin hanya seperti gadis tetangga yang berjalan menyusuri koridor sebuah pusat perbelanjaan di tengah gemerlap produk kecantikan modern. Hanya sesekali mereka mengundang lirikan.