Perempuan itu bergaun panjang dengan rambut pirang sebahu yang mengibas malam. Ia berdiri kesepian dan diam di pelataran Stasiun Aldwych, menanti kereta bawah tanah yang tak kan pernah berhenti. Para pekerja pembersih jaringan rel London Underground pun gempar. Mereka percaya, perempuan bergaun panjang dan jelita itu adalah roh gentayangan salah satu aktris teater Royal Strand.
Teater ini memang hanya tinggal nama. Seratus tahun silam, gedungnya dijadikan Stasiun Aldwych, salah satu stasiun bawah tanah di jaringan Piccadilly Line, di antara Stasiun Holborn dan Covent Garden. Tapi kemudian, di tahun 1994, Stasiun Aldwych juga ditutup. Kereta-kereta bawah tanah hanya melintasinya -- penumpang sekilas menampaknya sebagai pelataran gelap di bawah tanah. Seiring dengan itu, cerita tentang hantu pirang bergaun panjang ini menyebar di kota London.
Tak jauh dari situ di antara Tottenham Court Road dan Holborn di jaringan Central Line, juga kerap muncul seorang lelaki bertopi tinggi dengan sebatang cerutu pada bibirnya. Ia terlihat sejak tahun 50-an. Warga sekitarnya percaya, ia adalah William Terriss yang tewas ditikam di tempat itu di bulan Desember 1897. Pelataran tempatnya itu adalah bekas Stasiun British Museum yang telah ditutup di tahun 1932.
Di bekas Stasiun Farringdon di Metropolitan Line juga sering terdengar suara tangisan perempuan yang menyayat hati dan menggema ke dinding-dinding terowongan. Suara itu dipercaya sebagai raungan Anne Naylor, remaja penjual topi yang terbunuh di usia 13 tahun pada 1758 di tempat itu. Penumpang kereta yang rutin melewati jalur ini kemudian menjulukinya the Screaming Spectre.
Ada banyak cerita tentang kemunculan atau suara-suara misterius di bawah tanah kota London. Pada umumnya terlihat di bekas-bekas stasiun yang ditutup dalam berbagai periode pembangunan jaringan rel kereta bawah tanah. Bekas-bekas stasiun ini pun, secara resmi disebut the Ghost Station.
Mereka yang kerap bepergian dengan Tube di kota ini pasti pernah melihat pelataran gelap tanpa manusia di balik terowongan di banyak tempat. Pelataran-pelataran itulah Stasiun Hantu, bekas stasiun yang tak lagi difungsikan. Di sepanjang 408 kilometer rel kereta bawah tanah di kota London terdapat 40 Stasiun Hantu, masing-masing dengan cerita di baliknya.
Entah benar, entah tidak. Yang jelas Stasiun Hantu memang sarat cerita: yang seram dan berbau dongeng, yang nyata dan misterius, juga kisah-kisah kolosal. Yang benar-benar terjadi adalah bahwa Tube menjadi lokasi paling favorit bagi mereka yang hendak bunuh diri. Jawatan kereta api London mencatat, paling tidak satu orang setiap pekan memilih Tube sebagai tempat untuk mengakhiri hidup. Ada yang dengan melompat ke rel begitu kereta lewat, menenggak racun, dan aneka cara untuk mati. Kecelakaan yang berakhir mengenaskan juga kerap terjadi nun di kedalaman tanah ini. Yang terburuk adalah kebakaran di Stasiun Kingís Cross pada 18 November 1987 yang menewaskan 31 orang.
Aneka kisah yang nyata maupun misterius ini juga memperkaya London Underground sebagai jaringan kereta bawah tanah tertua serta paling rumit di dunia. Ia tetap menjadi primadona bagi mereka yang hendak bepergian dengan cepat, ketimbang di permukaan bumi yang kian sesak oleh kendaraan.
Maka bisa dikatakan, di kota berpenduduk tujuh juta orang ini, geliat kehidupan terbentang di tiga lapisan bumi: di udara, di permukaan dan di bawah tanah. Ya, di balik kerak bumi kota ini ada kereta bawah tanah yang berjulur-bersilangan ke seluruh penjuru kota seperti labirin jalan tikus. London Underground atau Tube senantiasa memukau pengunjung kota ini -- tentu juga saya yang datang dari kota yang baru memulai tradisi berkendaraan tertib di busway.
London memiliki jaringan kereta bawah tanah sepanjang 408 kilometer dengan 275 stasiun. Setiap harinya, setidaknya ada 3 juta penumpang yang bepergian melewati labirin ini. Dalam waktu bersamaan pada jam-jam sibuk, di seluruh jaringan di kedalaman 20 sampai 50 meter ini, bisa terdapat 300.000 manusia -- jumlah yang kurang lebih sama dengan penduduk sebuah kabupaten di Indonesia.
Mereka yang datang lewat Bandar Udara Heathrow dan hendak menuju pusat kota London dengan kereta bawah tanah akan melalui Piccadilly Line. Jaringan ini melewati stasiun-stasiun seperti Leicester Square di sekitar pusat kehidupan malam London, Stasiun Knightsbridge tepat di sisi megatoko Harrods, atau Stasiun Covent Garden di kawasan primadona wisata yang paling dituju para pengunjung kota ini.
Di dalam kota, para pebelanja akan bepergian lewat Central Line, jaringan yang melewati stasiun-stasiun di pusat perbelanjaan kota London seperti Stasiun Oxford Circus di Oxford Street, Bond Street, atau Marble Arch. Wisatawan yang hendak ke Buckingham Palace atau Tower Bridge yang terkenal serta akan mengambil jaringan District & Circle Lines. Adapun Jubilee Line membawa mereka yang hendak ke Museum Madame Tussaud, atau ke London Eye dan London Bridge.
Tidak sulit menemukan stasiun-stasiun kereta bawah tanah London. Ikuti saja arah yang ditunjuk logo lingkaran merah dengan balok birunya yang khas dengan tulisan Underground di setiap pojok jalan, mengantri di loket tiket dan jangan lupa: cermati stasiun tujuan dan juga jaringan dengan seksama. Masuk ke stasiun, menuruni eskalator yang bisa bertingkat-tingkat sampai ke kedalaman tanah. Setiap stasiun memiliki kekhasan dan suasana sendiri. Satu yang seragam: seluruh stasiun sejuk, bersih dan resik, sebagian besar di antaranya dengan mosaik dan lukisan di dinding dengan citarasa estetika yang tinggi.
Pada kenyataannya, mereka yang tidak berasal dari kota-kota Moskow, Paris, Tokyo, atau New York ñ kota-kota yang juga memiliki jaringan kereta bawah tanah yang rumit -- perlu banyak bertanya atau dipandu ketika pertama kali bepergian lewat Tube.
Jaringan bawah tanah sudah ada di kota ini sejak 141 tahun silam, ketika jawatan kereta api Inggris meresmikan jaringan kereta bawah tanah antara Paddington dan Farringdon Street pada 10 Januari 1863. Sejak itu, seiring dengan perkembangan kota London, pemerintah Inggris tak henti-hentinya membangun jaringan baru. Eskalator juga dihadirkan pada 1911.
Karena letaknya yang berada di kedalaman tanah dan tidak mempan bom misalnya, di masa Perang Dunia II, Perdana Menteri Inggris yang legendaris, Winston Churchill menggunakan salah satu ruang di Stasiun Down Street -- yang kini telah tertutup -- sebagai tempat rapat bersama kabinetnya. Sebuah tempat di sepanjang Central Line juga dimanfaatkan sebagai pabrik pesawat. Bekas Stasiun Brompton Road juga pernah menjadi pusat kontrol anti serangan udara.
Tube yang mempesona toh tak membuat saya setiap hari berkelayapan di kedalaman bumi. Tentu bukan semata-mata karena harga tiketnya yang termahal di antara jenis angkutan umum lainnya. Tapi saya belum lagi menikmati keseluruhan pesona kota ini. Dengan bis kota nan resik, tak puas-puasnya saya memandangi bangunan-bangunan tua kota yang masih terpelihara, taman-taman luas yang asri, dan hilir mudik kapal di sepanjang Sungai Thames.
Dan juga, saya tak harus kuatir bertemu hantu bertopi tinggi atau mendengar raungan menyayat hati yang bergema di perut bumi.
Sunday, April 04, 2004
Raungan di Dinding Terowongan
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
awal yang baik
Post a Comment