Setiap kali engkau melangkahi ambang rumahmu, tersenyumlah dan jangan pernah berkerut muka. Dengan begitu, hanya senyummu --dan bukan kerut mukamu-- yang sampai ke Victoria.
Itu nasehatku untuk mereka yang bermukim di kota London. Di kota ini, di setiap jengkal kaki melangkah, ada kamera sirkuit (closed circuit television). Di balik kerimbunan pohon, di ujung kelok jalan, di atas bis, kereta dan tube, di depan kasir-kasir toko dan rumah makan.
Di seluruh Inggris, ada 4,3 juta kamera tersembunyi, sebagian besar di antaranya di kota London. Satu kamera untuk setiap 14 penduduk. Segenap gambar yang dihasilkan mata-mata elektronik ini, terekam, dan bisa terlihat di ruang kontrol besar -- salah satunya di sebuah pojok Stasiun Victoria di Central London.
Bisa dibayangkan adegan ini sehari penuh: saya, melangkah menyusuri Ronver Road, berdiri di halte Baring Road menunggu bis ke New Cross. Mungkin saya singgah di perpustakaan, menggesek kartu di pintu depan, lalu keluar lagi. Hari masih siang, belum saatnya untuk pulang. Saya akan berdiri di halte New Cross Road menunggu bis gandeng yang resik untuk menuju Central London. Berputar-putar, keluar masuk museum dan toko serba ada, singgah di China Town, lalu hari beranjak petang. Agar tak terlalu menyita waktu, saya menuju Stasiun Charing Cross, dan berkereta sampai ke Stasiun Lee, 500 meter dari rumah. Saya pun berjalan pulang.
Seluruh adegan itu adalah sebuah film tak resmi. Di ujung Ronver Road, di halte, di perpustakaan, di atas bis gandeng, di museum dan toko serba ada, di China Town, di stasiun --ada kamera mengintai dan merekam jejak saya. Ada yang memperkirakan bahwa untuk sebuah kegiatan penuh dalam sehari, seorang yang tinggal di London akan terekam dalam 300 kamera berbeda di berbagai tempat yang didatanginya. Jika setiap kamera merekam gambar dalam durasi satu menit, maka setiap hari, ada film dengan aktor Melayu seperti saya dalam film sepanjang 5 jam!
Karena itulah, di sepanjang hari, saya harus menjaga senyum tetap tersungging --karena senyuman saya akan sampai ke Victoria.
Mengapa begitu banyak kamera? Ya, keamanan. Kota ini sungguh memendam ketakutan berlebihan pada teror, pada kejahatan jalanan. Professor Clive Norris, wakil direktur Pusat Riset Kriminologi di Sheffield University menyebut Inggris sebagai "negara paling terawasi di dunia". Tak sejengkal tanah lepas dari mata-mata elektronik itu.
Kamera sirkuit sebenarnya sudah ada di Inggris pada 1950. Tapi selama puluhan tahun pemakaiannya masih terbatas untuk mengawasi lalu-lintas di kota-kota di Inggris, dan dalam jumlah kecil dipasang di tempat-tempat penting seperti instansi militer dan bank. Pada bulan Agustus 1993, sebuah bom diledakkan di Bishopgate London oleh pemberontak Irlandia Utara, memaksa pemerintah Inggris membentuk Lingkaran Baja di sekitar kota London. Lingkaran Baja ini termasuk di dalamnya penerapan penuh kamera pengintai.
Setahun kemudian, di bawah Perdana Menteri John Major, 1994 pemerintah Inggris meluncurkan program CCTV: Looking Out for You. Selama tiga tahun, Inggris membelanjakan 38 juta pounds untuk program pengadaan kamera ini. Kendati, sejak awal, sang perdana menteri sadar,"Akan ada yang menyatakan keberatan dengan alasan ancaman pada kebebasan sipil. Tapi saya tidak simpati pada kebebasan yang begitu." Dan benar, di tahun 1997, serangkaian unjuk rasa digelar warga Inggris menentang pemasangan sedemikian banyak kamera sirkuit.
Tapi seusai peristiwa 11 September, ketakutan akan teror menimbulkan ledakan besar pemakaian kamera sirkuit. Toko kelontong dan banyak rumah pun memakainya, berpadu dengan alarm darurat. Polisi Transportasi Inggris bahkan mengontrol 1.400 kamera di kereta bawah tanah dan 1.800 kamera di atas kereta biasa.
Dalam banyak kasus, kamera ini menolong aparat keamanan untuk mengungkap kejahatan, menemukan jejak orang hilang, atau sekadar menandai kendaraan pelanggar lalu-lintas. Tapi tidak sedikit pula adegan intim di jalan dan taman-taman yang terekam --entah dinikmati para penjaga ruang kontrol di Victoria atau tidak.
Untunglah, ada Data Protection Act yang melindungi hasil rekaman untuk diakses orang lain di luar kepentingan penyelidikan untuk kejahatan. Kendati begitu, kamera-kamera ini tetap saja terasa seperti mata-mata yang menempel di kuduk.
Karena itulah, setiap kali melangkah keluar dari ambang rumah, jangan pernah lupa menyisakan sesungging senyuman di bibir --agar senyumanmu itu, dan bukan kerut mukamu, semenarik mungkin sampai ke Victoria.
Teringat kata-kata Pramoedya Ananta Toer dalam Bumi Manusia: "Ilmu pengetahuan semakin banyak melahirkan keajaiban. Dongengan leluhur sampai malu tersipu. Tak perlu lagi orang bertapa bertahun untuk dapat bicara dengan seseorang di seberang lautan. Orang Jerman telah memasang kawat laut dari Inggris sampai India! Dan kawat semacam itu membiak berjuluran ke seluruh permukaan bumi. Seluruh dunia kini dapat mengawasi tingkah-laku seseorang. Dan orang dapat mengawasi tingkah-laku seluruh dunia."
Thursday, February 05, 2004
Karena Senyummu Sampai ke Victoria
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment