Sepekan ini, ada banyak kabar duka yang terdengar dari tanah air: dari kecelakaan kendaraan para pemudik, tabrakan kereta dengan bis, dan terakhir yang menghentak, kabar berpulangnya Bapak L.E. Manuhua. Mendiang tidak mengenal saya, tapi kepadanya kekaguman dan penghormatan saya tidak pernah luluh.
Kemarin, saya membaca berita kematian Copito de Nieve, gorila albino dari kebun binatang Barcelona yang sekaligus menjadi salah satu ikon kota di Spanyol itu. Di bulan Maret 1993, saya menulis cerita ringan di Rubrik Iptek Harian Pedoman Rakyat tentang Copito, Gorila Putih dari Barcelona ini -- yang membuat M. Hasymi meledek saya sebagai "pengamat binatang langka". Di "zaman teramat susah" itu tulisan tentang Copito ini, salah satu yang membuat saya tetap bisa memelihara napas di kota Makassar, lewat honorarium yang tidak seberapa, yang disodorkan Cindy -- putri Pak Manuhua -- dengan ekspresi khasnya, di lantai dua gedung Pedoman Rakyat di setiap penghujung bulan.
Di Pedoman Rakyat, koran yang dibangun Pak Manuhua, saya memulai menjejakkan kaki di dunia tulis-menulis. Di sana pula ada Pak Dahlan Abubakar, orang baik yang menjadikan saya seorang wartawan.
Saya mendengar kabar meninggalnya Pak Manuhua sehari setelah Idul Fitri yang sunyi. Saya tengah menikmati lagu-lagu klasik dari compact-disc sisipan koran akhir pekan di Lewisham, yang akhirnya menjadi kidung pengantar kesedihan saya. Dan ini tentu bukan kesedihan saya sendiri.
Selamat jalan -- dan terima kasih -- Pak Manuhua, semoga engkau menempuh jalan lapang, dan beroleh tempat yang amat layak di sisi-Nya.
arungtasik@any-mail.co.uk
Thursday, November 27, 2003
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment